Jumat, 10 April 2015

Tugas Ilmu Sosial Budaya 2

NAMA                          : ANAS RASHIDI

KELAS                         : 1IA18

NPM                             : 51414008

MATA KULIAH         : ILMU SOSIAL BUDAYA

 

Pengertian Sastra Drama


A.      PENGERTIAN SASTRA
Secara etimologi kata sastra, yang berasal dari bahasa Sansekerta dibenuk dari akar kata sas dan –tra. Sas mempunyai arti ‘mengarahkan’, mengajar, memberi petunjuk; sedangkan –tr mempunyai arti alat atau sarana.Karena itu, kata sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajarkan atau buku petunjuk’. Dengan arti ini, dalam bahasa Sansekerta dapat dijumpai istilah Silpasastra yang berarti buku arsitektur, dan Kamasastra yang berarti buku petunjuk seni bercinta.
Secara harfiah kata sastra berarti ‘huruf, tulisan atau karangan’. Lalu karena tulisan atau karangan biasanya berwujud buku, maka sastra berarti juga ‘buku’. Itulah sebabnya, dalam pengertian kesusastraan lama, istilah sastra berarti buku, baik yang berisi tentang dongeng, pelajaran agama, sejarah, maupun peraturan perundang-undangan.
   Sebuah karya seni dapat dikatakan sebahgai karya yang bernilai sastra bukan hanya karena bahasa yang indah, beralun-alun penuh dengan irama dan perumpamaan, melainkan harus dilihat secara keseluruhan.; dari nilai-nilai estetika,nilai-nilai moral, dan nilai-nilai konsepsi yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
Nilai-nilai estetika dijumpai bukan hanya dalam bentuknya atau strukturnya saja, melainkan juga di dalam isinya (tema dan amanatnya). Nilai-nilai moral akan terlihat dari sikap pengarang terhadap apa yang diungkapkan, serta cara pengungkapannya. Sedangkan nilainilai konsepsi akan terlihat dari pandangan pengarang secara utuh terhadap maslah kehidupan yang diungkapkan dalam karyanya.
   Karya sastra mengalir dari kenyataan-kenyataan hidup yang terdapat di dalam masyrakat. Akan tetapi karya sastra bukan hanya mengungkapkan kenyataan-kenyataan objektif itu sja, melainkan juga mencuatkan pandangan, tafsiran, sikap dan nilai-nilai kehidupan berdasarkan daya kreasi dan imajinasi pengarangnya, serta kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.

B.       BENTUK-BENTUK SASTRA
Bentuk sastra berarti cara dan gaya dalam penyusunan dan pengaturan bagian-bagian karangan;pola struktural karya sastra (Panuti Sujiman, 1984:12). Ke dalamnya dapat digolongkan tiga bentuk, yaitu puisi,prosa, dan drama.
Puisi adalah bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan gaya dendang.Prosa ialah bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan gaya cerita. Sedangkan drama ialah karya sastra yang diungkapkan dengan gaya dialog. Khusus dalam penggolongan karya sastra prosa ternyata masih mengundang sedikitnpertanyaan. Hal ini disebabkan karena prosa masih terbagi ke dalam prosa non imajinatif dan prosa imajinatif. Dalam prosa non imajinatif nampak gaya berceritanya cukup menonjol, namun hal itu biasanya berdasarkan kepada cerita yang faktual. Dengan kata lain cerita yang tertuang bukan merupakan cerita dunia imajinasi (rekaan). Padahal salah satu ciri yang menonjol dalam karya sastra adalah imajinasi yang kuat mempengaruhi ceritanya. Sebaliknya, dalam proses imajinatif nampak unsur imajinasi bagitu kuat, baik dalam cerita yang diungkapkan maupun dari gaya bahasa yang dipakainya. Dapat disimpulkan. Bahwa sebenarnya bentuk prosa yang dapat digolongkan ke dalam sastra adalah prosa imajinatif.Kaena dnia atau cerita yang dituangkan dalam prosa imajinatif adalah dunia atau cerita rekaan sastrawan,maka karya sastra tersebut disebut pula sebagai cerita rekaan.

C.      PENGERTIAN DRAMA
Kata drama berasal dari Yunani ‘draomai’ yang berarti ‘berbuat’, ‘berlaku’, atau ‘suatu perbuatan’. Kata itu muncul saat rang-orang Yunani masih mempunyai kepercayaan terhadap dewa-dewa. Mereka mempercayai bahwa dewa paling atas adalah Dew Zeus. Dewa Zeus mempunyai dua keturunan yang masing-masing bernama Dewi Apolo dan Dewa Dyonesos. Dewi Apolo adalah dewi kesuburan, sedangkan Dewa Dyonesos adala dewa perusak atau dewa penghancur.
Pada saat subur mereka menyelenggarakan upacara persembahan rasa terima kasih kepada dewi Apolo berupa tarian-tarian yang berupa peniruan gerak dari binatang-binatang. Mereka ‘kosmos’ (gembira). Kosmos itu sendiri akhirnya menjadi kata ‘komedi’. Sedangkan pada saat  menghadapi gejala alam yang kering kerontang, hujan tidak turun, tanaman mati dan binatang tidak berkembang biak, mereka pun menyelenggarakan upacara kepada Dewa Dyonesos dengan mempersembhakan korabn seekor ‘tragos’ atau kambing yang disembelih. Jerit kambing yang disembelh disebut ‘tragodia’ yang lantas sekarang berkembang menjadi kata tragis.peritiwanya dikenal sebagai kata yang sekarang menjadi istilah dalam drama, yaitu ‘traedi’.
Semua upacara ritual itu, terutama upacara kosmos, mereka ‘dramai’ atau ‘berlaku’, ‘berbuat’, atau melakukan ‘suatu perbuatan’ menirkan gerak-gerak binatang lengkap dengan kostum kulit bnatang yang merekapakai. Oeh seba itu istilah ‘perbuatan menirukan sesuatu’ selanjutnya berkembang menjadi kata drama.
Panuti Sudjiman dalam ‘Kamus Istilah Sastra’ menjelaskan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarakan kehidupan dengan mengemukakan emosi dan tikaian lewat lakuan dan dialog. Lazimnya dirancang untuk pementasan panggung (Panuti Sudjman, 1984:20). Sedangkan dalam ‘Kamus Besar Bahasa Indnesia’ dijelaskan bahwa drama adalah komposisi syair atau prosa yang darapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Pengertian lainnya djelaskan pla bahwa drama adalah cerita ata kisah, terutama konflik atau emosi yan khusus disusun untuk pertunjukan (Depdikbud, 1995:243).
Dari sumber itu saja dapat disimpulkan bahwa drama mempunyai pengertian:
1)        Berupa karya sastra yang berbentuk cerita atau lakon bergaya prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog.
2)        Merupakan cerita atau lakon yang mengandun konflik yang disusun untuk pertunjukan.
Selain itu pengertian drama dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu sebagai karya sastra, dan sebagai karya pentas. Perbedaan keduanya sebagai berikut.

No
KARYA SASTRA
KARYA PENTAS
1
Merupakan Bacaan
Merupakan Pertunjukan
2
Milik Pribadi
Milik Kolektif
3
Memerlukan Pembaca
Memerlukan Penonton
4
Perlu Penggarapan
Siap disajikan

Berdasarkan  keterangan tersebut, maka yang termasuk dalam ruang lingkup dunia kesusastraan khususnya adalah drama sebagai karya sastra. Artinya, ‘naskah drama’. Tidak dapat dipngkiri bahwa naskah drama medianya adalah bahasa tulis.

D.      PENGERTIAN TEATER
Istilah teater muncul dari Yunani ‘theomai’ yang berarti ‘dengan takjub memandang’ kata tersebut berkembang menjadi ‘theatron’ dengan arti ‘tempat pertunjukan. Teater muncul berbarengan dengan upacara ritual dengan maksud menyambut Dewi Apolo atau Dewa Dyonesos sesuai gejala alam yang muncul. Akhirnya arti kata ‘theomai’ berkembang menjadi arena berbetuk lingkaran yang ditengahya terdapat sebuah tempat yang tinggi, tempat itu kemudian disebut sebagai ‘theatron’ yaitu tempa berlangsungnya upacara.
Seiring dengan berjalannya waktu, kata ‘theatron’ berubah menjadi ‘theater’ yang mempunya arti gedung pertunjukan atau panggung. Gedung pertunjukan tersebut biasa dipakai arena pentas segala bentuk kesenian. Dari pengertian gedung pertunjukan, kata teater akhirnya dipakai khususya oleh sekelompok seniman drama sebagai mempertunjukan drama itu sendiri.

E.       PENGGOLONGAN DRAMA
Drama dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Seperti juga bentuk karya yang lainnya, drama dapat digolongkan berdasarkan kurun waktu, gaya ungkapnya (bahasa dan gerak), dan isinya.

1.        Penggolongan Berdasarkan Kurun Waktu
Berdasarkan kurun waktu drama terbagi pada drama tradisional dan drama modern. Perinciannya sebagai berikut :
1)        Drama Tradisional
Drama radisional adalah salah satu bentuk kesenian yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat lingkungan. Ciri utama pada drama tradisional ini adalah ‘improvisasi’ yaitu drama pertunjukan yang tidak bersandar pada naskah. Cara penyajiannya tidak hanya dialog tetapi dilakukan dengan menari, menyanyi dan diiring oleh tabuhan. Drama tradisional ini terbagi menjadi drama rakyat, drama klasik dan drama transisi.
Drama rakyat adalah drama tradisional yang berkembang disetiap kelompok suku bangsa. Bentukpenyampaiannya  ada yang disajikan dalam bentuk tutur atau lisan oleh seorang pencerita atau penyanyi yang membawakan cerita. Ada juga yang disajikan sudah dalam pertunjukan drama. Drama atau teater tutur adalah suatu jenis drama yang bertolak dari sastra lisan yang dituturkan dan belum diperagakan secara lengkap. Berikut contoh-contoh drama tutur yang hidup di Indonesia.
a.    Kentrung (jawa timur) adalah bentuk drama yang berupa cerita yang disampaikan secara lisan oleh dalang kentrung.
b.    Pantun sunda, sesuai dengan arti kata pantun yaitu ‘padi’. Pada perkembangan selanjutnya sering dilaksanakan pada upacara keluarga.
c.    Dalang jemblung, drama tutur ini bersumber dari pertunjukan kulit biasa, tetapi tuturan dialog, gamelan dan lainnya disuarakan oleh ujaran yang dilakukan oleh seorang atau beberapa dalang.
d.   Cepung (lombok), pada awalnya cepung adalah seni membaca kitab lontar yang diiringi instrumen suling dan beberapa peniruan bunyi oleh alat musik ujaran.
e.    Sinrili (Sulawesi Selatan), sinrili merupakan pertunjukan cerita tutur oleh seoran pasinrili yang diiringi nusik kesokeso atau rebab.
f.     Babaka (Minangkabau), dituturkan oleh tukang cerita sekurang-kurangnya dua orang yang bercerita liris dengan dilagukan, serta diiringi instrumen rebab, kecapi dan rebana.
g.    Wayang Beber (Pacitan), berbentuk lukisan di atas kertas tentang wayan yang bergambar seperti wayang kulit purwa.

Drama tetapi sudah lengkap dengan peragaan oleh para aktor yang memeran tokoh-tokoh cerita. Drama jenis ini dilengkapi dengan musik tradisional, tari-tarian, lagu dan akrab dengan penontonnya. Berikut yang termasuk ke dalam jenis drama ini adalah:

a. Ubrug (Jawa Barat) adalah dama rakyat yang muncul didaerah Banten. Drama rakyat jenis ini biasanya dilaksanakan dalam hajatan.
b. Topeng Banjet (Jawa Barat) adalah drama rakyat yang muncul didaerah Karawang, Bekasi, Cisalak Bogor dan sekitarnya.
c.  Longser (Jawa Barat), adalah drama rakyat yang sering muncul di wilayah priangan seperti Subang, Bandung dan sekitarnya.
d.  Sintren (Jawa Barat) adalah drama rakyat yang sering muncul di daerah Cireon dan sekitarnya.
e.  Manoreh atau Manorek (Jawa Barat) adalah drama rakyat yang muncul di wilayah Ciamis Selatan
f.   Ronggeng Gunung (Jawa Barat) adalah drama rakyat yang sering muncul diwilayah Ciamis Selatan
g. Topeng Blandek (Jawa Barat), Bojong Gede, Pondok Rajeg, Citayem, Ciseeng. Blandek artinya “campur aduk” atau “tidak karuan” cerita yang dimainkan biasanya pendek dan bernapaskan Islam.
h.   Srandul (Jogja) drama jenis ini memainkan jenis cerita dengan iringan musik bende, rebana, kendang  dan angklung.
i.   Ande-ande Lumut adalah drama rakyat yang dilaksanakan semalam suntuk dengan penari antara 20 sampai 40 orang.
j.     Dadunggawuk adalah drama rakyat yang diperankan semua oleh laki-laki.
k.    Ketoprak adalah drama rakyat yang amatpopuler di Jawa Tengah khususnya di Yogyakarta.
l.     Ludruk adalah drama rakyat Jawa Tmur.
m.  Makyong (Riau) adalah drama rakyat Melayu yang masih hidup sampai di Malaysia, Singapura, bahkan Muangthai.
n.    Lenong adalah drama rakyat dari daerah Betawi
Drama atau teater klasik adlah drama pertunjukan yang telah mapan. Drama jenis ini lahir dipusat-pusat kerajaan atau keraton dan masih terpelihara dengan baik sampai saat ini. Masuk kedalam jenis drama ini antara lain Wayang Orang, Wayang Kulit dan Wayang Golek.
a.    Wayang Orang atau Wayang Wong adalah jenis drama klasik yang muncul di Keraton Yogyakarta pada pertengahan abad ke 18.
b.    Wayang Kulit (pada penggolongan berdasarkan gaya ungkapnya, termasuk drama boneka) adalah drama klasik yang tidak menggunakan orang sebaga medianya, tetapi menggunakan bentuk wayangdari kulit tipis yang dilukis cermat sengan warna-warni yang menjelakan karakter.
c.    Wayang Golek (pada penggolongan berdasarkan gaya ungkapnya, termasuk drama boneka) adalah drama klasik Jawa Barat yang juga tidak menggunaka orang sebagai medianya, tetap menggunakan boneka kayu berwujud tokoh wayang.

Jenis drama atau teater transisi sesungguhnya juga bersumber pada drama tradisional pada umunya, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Drama jenis ini populer disebut sandiwara dan menggunakan panggung dan tata dekor, lampu rias dan lain-lain sebagai layaknya drama modern, tapi belum menggunakan naskah drama. Isi cerita seputar kehidupan sehari-hari yang disajikan dalam bentuk banyolan segar.

2)        Drama atau Teater Modern
Drama ini selalu bersandar pada naskah drama, dan diikat oleh hukum-hukum dramaturgi. Struktur dan pengolahannya dipengaruhi sekali oleh ‘Teater Barat’. Artinya, susunan naskah, cara entas, gaya penyuguhan dan pola pemikiran, banyak bersumber dari pola penekatan ddan pemikiran’kebudayaan barat’. Kemodernan memungkinkan pertunjukan dengan menggunakan teknologi canggih, sehinggamuncullah jenis pertunjukan drama bernama film dan sinetron.
Adapun ciri-ciri bentuk drama atau teater modern ini secara garis besar dapa disimpulkan sebagai berikut.
a.    Bersandar pada naskah atau skenario
b.    Pertunjukan dilakukan ditempat khusus yaitu panggung yang memisahkan pemeran dan penonoton.
c.    Penonton harus membayar
d.   Penyelenggaraan benar-benar untuk pertunjukan itu sendiri.
e.    Pertunjukan merupakan karya seni kolektif, antara perangkat administratif dan perangkat artistik, dan berupa cuatan ide baru yang dpertanggungjawabkan
f.     Meski adajuga yang mengambil cerita masa lampau, tetapi kebanyakan dari drama modern memuat unsur cerita yang erat kaitannya dengan peristiwa sejaman.
g.    Ungkapan pertunjukan telah meggunaka eralatan modern.

Berdasarkan uraian diatas maka drama modern dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu drama konvensional dan drama nonkonvensional atau kontemporer. Drama modern konvensional adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional sedangkan drama modern kontemporer adalah drama yang mendobrak konvensi-konvensi lama dan penuh dengan pembaruan gagasan, penyajian dan penggabungan konsep barat-timur.
Unuk penggolongan b erdasarkan kurun waktu ini ada beberapa pengkaji, seperti Jakob Sumarjo misalnya, hanya menggologkan pada dua jenis yaitu drama modern dan drama tradisional. Jadi, drama tradisi dianggap masuk pada drama modern.
2.      
  Penggolongan Berdasarkan Isinya
Berdasarkan pada isi cerita yang disajikan dalam bentuk drama, dpat ditemui beberapa jenis drama seperti, tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama dan dagelan.
a.    Tragedi
Drama tragedi juga disebut juga drama duka, yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih dan muram yang terlibat dalam situasi gawat, karena sesuatu yang tak menguntungkan, misalnya cemburu atau ambisi yang keterlaluan.
b.    Komedi
Drama komedi disebut juga sebagai drama ria, yaitu drama yang ceritanya ringan dan bersifat menghibur, terdapat seloroh yang biasa saja menyindir, serta berakhir degan bahagia.
c.    Tragikomedi
Drama tragikomedi disebut juga sebagai drama dukaria, yaitu drama yang menampilkan alur yang sesungguhnya lebih cocok untuk drama tragedi, tetapi berakhir bahagia sepert layaknya drama komedi.
d.   Melodrama
Melodrama adalah drama yang menyajikan lakon atau cerita yang sanat sentimental, dengan adegan-adegan yang mengharu biru mendebarkan.
e.    Dagelan
Dagelan adalah drama yang khusus disajikan untuk menghibur. Dagelan hanya menyajikan kekonyolan tokoh dan bencana yang menimpa tokoh tersebut.
3.       
 Penggolongan Berdasarkan Gaya Ungkapnya
Penggolongan berdasarkan gaya ungkapnya dapa dibagi dua, yaitu gaya ungkap bahasanya, gaya ungkap media perannya dan gaya ungkap pementasannya. Dilihat dari gaya ungkap bahasa dapat dikelompokan menjadi jenis drama puisi, drama prosa dan drama prosa-puisi. Drama puisi adalah drama yang cerita lakonnya sebagian besar disusun dalam dialaog berbentuk puisi, atau mengandung kaidah-kaidah puisi. Drama prosa adalah drama yang cerita atau lakonnya sebagian atau seluruhnya disusun dalam dialog berbentuk prosa. Sedangkan drama prosa-puisi yaitu drama yang cerita lakonnya disusun dalam campuran prosa dan puisi.
Dilihat dari gaya ungkap media pemerannya dapa dikelompokan menjadi jenis drama boneka dan drama manusia. Drama boneka adalah drama yang diperankan bukan oleh manusia tetapi oleh boneka. Sedangkan drama manusia adalah drama yang diperankan oleh manusia.

Sedangkan dlihat dari gaya ungkap pementasannya menjadi jenis drama biasa, pantonim, opera, sendratari, drama radio dan drama televisi.
a.    Drama
Drama biasa yang pemenasannya dilaksanakan dipanggung atau arena, baik menggunakan naskah drama atau tidak.
b.    Pantonim
Yaitu drama yang sama sekali tidak menggunakan dialog. Keterangan babak, adegan atau apa saja kadang diberikan dalam bentuk tulisan yang diperlihatkan oleh pemerannya.
c.    Opera
Opera disebut juga denga operet yaitu jenis drama yang seluruh atau sebagian dialognya dinyanyikan oleh para pemeran dengan iringan musik.
 d.   Sendratari
Yaitu drama yang penyajiannya dilakukan dengan menari.
e.    Kabaret
Yaitu drama yang menggunakan teknik rekaman untuk dialog dan tata musiknya.
f.     Drama Radio
Yaitu drama yang khusus untuk diperdengarkan bukan untuk ditonton.
g.    Drama Televisi
Yaitu drama yang disajikan ditelevisi. Drama jenis ini pun direkam dalam vidio dan dapat diputar kapan saja sesuai waktu tayangannya.
h.    Film
Yaitu drama yang khusus untuk diputar diboskop, drama jenis ini pun telah direkam dalam film, sehingga bisa diputar dimana dan kapan saja.

F.       UNSUR-UNSUR DRAMA
Drama mempunyai dua pengertian, yaitu drama sebagai karya sastra dan drama sebagai bentuk pementasan. Keduanya mempunyai unsur yang tentunya berbeda. Unsur dalam drama sebagai karya pentas terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a.    Pentas atau panggung
b.    Pekerja pentas yang terdiri dari
1.      Perangkat administratif
2.      Perangkat artistik
c.    Penonton
d.   Naskah (karya sastra yang mempunyai unsur sendiri didalamnya)
Drama mempunyai dua unsur yaitu unsur intrinsik sebagai unsur yang membentuk dari dalam drama itu sendiri, dan unsur ekstrinsik sebagai unsur yang turut mempengaruhi isi drama dari luar. Unsur intrinsik drama yaitu tema, konflik, alur atau plot , tokoh dan perwatakan, latar atau setting, dialog dan amanat. Penjelasan berikutnya dikhususkan pada unsur intrinsik drama sebab unsur ekstrinsisk sangat tergantung pada setiap drama yang didominasi unsur-unsur tertentu.

      Unsur-unsur Intrinsik Drama Sebagai Karya Sastra

a.        Tema
Pokok persoalan yang ditangkap dan dijadikan ide cerita itulah yang lantas disebut tema. Tentu saja pokok persoalan atau tema itu tidak akan tersurat dalam naskah drama, tetapi ada dalam kesatuan cerita yang berjalan dari awal sampai cerita itu berakhir.

b.        Konflik
Konflik atau sering disebut tikaian adalah suatu keadaan dimana ada daya-daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Konflik dalam drama ada beberapa macam, yaitu:
1.    Konflik mendekat-mendekat, yaitu pertentangan dua kekuatan yang melanda tokoh sehingga berada pada valensi positif yang sama kuat.
2.    Konflik menjauh-menjauh, yaitu pertentanan dua kekuatan yang melanda toko sehingga berada dalam dua valensi negatif sama kuat.
3.    Konflik mendekat-menjauh, yaitu pertentangan dua kekuatan yang melanda tokoh sehingga beada pada valensi negatif dan positif yang sama kuat.

c.         Alur atau plot
Plot adalah urutan peristiwa satu ke peristiwa lain yang terjalin berdasarkan hukum sebab akibat. Plot drama biasanya utuh dan erat sekali dari satu peristiwa satu peristiwa lainnya. Berikut penjelasan urutan peristiwa drama:
1.    Perkenalan atau Eksposisi
Bagian ini dimaksudakan agar pembaca memperoleh keterangan-keterangan agar ada pengertian dalam membaca naskah drama atau menonton pertunjukan drama.
2.    Insiden Permulaankan insiden permulaan yang menjadi benih-benih timbulnya konflik yang jadi inti drama.
3.    Penanjakan Laku atau Risisng Action
Pada bagian ini insiden yang muncul sebelumnya semakin bertambah ruwet. Konflik muncul dan mulai menajam, sedangkan jalan keluar masih jauh dan samar.
4.    Krisis atau Titik Balik
Krisis disebut juga klimaks adalah bagian yang paling tegang dari seluruh urutan peristiwa.
5.    Penyelesaian atau Denoument
Pada bagian ini pengarang akan menyelesaikan konflik yang ada. Ketegangan telah selesai. Perhatian pembaca tertuju pada rasa simpati terhadap tokoh yang telah menyelesaikan konflik.
6.    Keputusan atau Catastrophe
Bagian ini segalanya telah berakhir. Ada hasil dari semua penyelesaian, dan cerita segera berakhir.
d.     
          Tokoh dan perwatakan
Tokoh adalah manusia yang bergelut dengan konflik-konflik yang diciptakan pengarang dalam drama. Tokoh dalam drama dapat dibedakan berdasarkan pada tugas-tugas yang diembannya, yaitu:
1.    Tokoh protagonis
Yaitu tokoh utama yang muncul dan ingin mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi sewaktu mencapai keinginan.
2.    Tokoh antagonis
Yaiyu tokoh yang melawan keinginan tokoh protagonis. Tokoh ini yang merangsang timbulnya konflik dalam diri tokoh protagonis.
3.    Tokoh tritagonis
Yaitu tokoh yang berada diluar kedua tokoh tersebut diatas. Tokoh ini bisa membantu mempertajam adanya konflik atau membantu memecahkan konflik.
4.    Tokoh pembantu
Yaitu tokoh yang tidak secara langsung terlinat dalam konflik, tetapi diperlukan gna menyelesaikan cerita.

e.         Latar atau Setting
Latar atau setting adalah penggambaran tempat, waktu, lingkungan sosial dan suasana dalam cerita. Dalam lakon atau cerita drama akan menceritakan tempat peristiwa berlagsung, kapan peristiwa tersebut terjadi, bagaimana suasana yang dihidupkan, serta ada dalam lingkup sosial bagaimana peristiwa itu dipaparkan.

f.         Dialog
Sesungguhnya ciri khas naskah drama adalah dialog atau wawankata. Perhatikan cara pengarang membuat teknis penulis yang menggunakan untuk memulai para tokohnya melontarkan kalimatnya. Dialog harus benar-benar menarik, plastis, sehingga memiliki sifat yang mampu menjelaskan keindahan semua unsur yang ada.

g.        Amanat
Amanat adalah pikiran-pikiran tersembunyi pengarang yang oleh pembaca harus dipikirkan, diresapi, dihayati, dan bahkan mungkin dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Berbobot atau tidaknya amanat yang ada dalam drama, tergantung tema cerita dan penyelesaian konfliknya. Amanat akan nampak sekali dari cara pengarang memecahkan persoalan ata konflik para tokoh dalam naskah drama.

4.        Unsur-unsur Drama Sebagai Karya Pentas

A.      Pentas atau Panggung
Pentas atau panggung adalah bagian penting dari sebuah pementasan karena merupakan tempat para apresiator berkreasi lebih jauh dari sekedar menafsirkan naskah drama. Pentas adalah tempat sang penafsir naska membuat langkah-langkah selanjutnya dari naskah, menjadi bentuk visualisasi dengan media lain selain media bahasa.

B.       Pekerja Pentas
Pekerja pentas adalah kelompok orang-orang yang akan menyelenggarakan sebuah pementasan. Mereka terdiri dari perangkat administratif dan perangkat artistik. Kedua perangkat ini biasanya mampu bekerja sama secara maksimal dalam suatu organisasi yang utuh.

1.        Perangkat Administratif
Perangkat administratif adalah unsur organisasi yang menangani masalah yang tidak secara langsung berhubungan dengan unsur pementasan sebagai bentuk kesenian.
a.    Produser
b.    Ketua panitia/pimpinan produksi
c.    Sekretaris
d.   Bendahara
e.    Pengurus publikasi
f.     Pengurus kendaraan
g.    Pengurus gedung
h.    Pengurus kesejahteraan

2.        Perangkat Artistik
Perangkat artistik adalah unsur organisasi yang berusaha langsung dengan kesenian. Mereka langsung menggarap isi semua kegiatan pertunjukan yang akan diselenggarakan. Oleh karena itu perankat artistik merupakan unsur yang terpenting.
a.    Sutradara
b.    Astrada atau asisten sutradara
c.    Penata seni rupa
d.   Penata panggung
e.    Penata pakaian/ penata costum
f.     Penata rias penata peralatan
g.    Penata lampu
h.    Penata musik
i.      Penata gerak
j.      Pemeran

C.      Naskah
Naskah adalah unsur penting bagi sebuah pertunjukan drama, karena di dalamnya termuat konsep cerita yang disusun dalam bentuk dialog serta memuat konflik-konflik kehidupan manusia. Naskah drama merupakan sebuah konsep cerita dramatik yang memang direncanakan untuk dipentaskan.

D.      Penonton
Tanpa penonton hasil kerja kreatif menjadi buntu, segala ide sebagai usaha mengkongkritkan nasakah menjadi tidak samapai pada siapa-siapa. Dengan demikian penonton menjadi unsur penting dalam sebuah pertunjukan drama. Dengan begitu keterlibatan penonton dalam pertunjukan menjadi perangsang bagi kelompok teater untuk berkreasi lebih baik lagi pada pertunjukan selanjutnya. Oleh beberapa pengkaji bahkan penonton dikatakan sebagai pekerja teater tak langsung.

Drama sebagai Karya Sastra
Berawal dari pemikiran bahwa sastra adalah usaha untuk memperlihatkan makna kehidupan, bukan sebuah imitasi (peniruan) tetapi sebuah ciptaan dan kreasi, karena itu sastra dapat mengantarkan kita kepada pengenalan diri dan kehidupan secara mendalam sehingga akhirnya kita menemukan norma-norma dan pemikiran yang terjadi dalam masyarakat.
Beberapa orang ahli sastra telah membicarakan masalah di atas dalam usaha memberikan batasan-batasan hal-hal mana yang termasuk ke dalam bentuk ciptasastra. Esten (1978:11) membedakan empat bentuk ciptasastra yaitu: puisi, cerita rekaan (fiksi), essei dan kritik, dan drama.
Drama sebagai satu di antara bentuk ciptasastra mempunyai beberapa kesamaan dengan bentuk-bentuk yang lain itu. Namun, pada satu segi tetap ada perbedaan yang nyata. Brahim (1965:55) mengatakan "Sebagai hasil seni sastra, maka drama pun mempunyai sifat-sifat yang bersamaan dengan cabang-cabang kesusastran yang lain; puisi dan prosa".
Menurut beliau ada empat unsur yang membangun penciptaan naskah drama dengan bantuan penggunaan dialog. Ada pun unsur-unsur tersebut adalah : unsur budi, (intellectual element), unsur perasaan (emotional element), unsur imajinasi (element of imagination), dan unsur gaya (the technical element or the element of composition and style). Penggunaan dialog dalam drama berfungsi untuk membedakannya dari bentuk ciptasastra lainnya, walaupun ada ciptasastra yang mengandung dialog. Dalam hal ini, drama adalah merupakan dialog yang mengandung cerita, sedangkan untuk cerpen atau novel adalah cerita yang mengandung dialog.
Sebagai karya sastra, Rene Wellek dan Austin Warren dalam Hamidy (1984:9) mengelompokkan dan menggolongkan drama ke dalam karya sastra imajinatif di samping fiksi dan puisi. Drama dipandang sebagai suatu jenis tersendiri terutama atas penglihatan kepada aspek penyajian dialog. Hal ini lebih memperjelas uraian di atas, bahwa drama memang tidak selalu dapat disamakan dengan prosa dan  puisi.
Dari uraian di atas makin jelas bahwa telah berbagai usaha dan sudut pandang dari beberapa orang ahli untuk menetapkan drama sebagai suatu bentuk karya sastra yang khusus. Kekhusussannya ini menyebabkan ia perlu diapresiasi. Dalam hal ini Udin (1982:38) berpendapat: "Sebuah naskah drama adalah sebuah karya sastra, maka naskah itu dapat dilihat (ditinjau) dari segi isi dan struktur. Yang dimaksud dengan isi ialah masalah yang diceritakan dan struktur yaitu cara penceritaan".
Hal yang dimaksudkan dalam kutipan di atas adalah benar adanya naskah itu dapat ditinjau secara terpisah, sedangkan yang dimaksud dengan masalah yang diceritakan itu adalah premis (tema). Cara penceritaan dalam pengertian di atas disebut pemanfaatan perwatakan, alur, dan bahasa. Pemanfaatan bahasa sebagai alat utama untuk menuangkan masalah dalam sebuah naskah drama terlihat dalam wawankata (dialog) cerita. Brahim (1968:91) tentang hal ini berpendapat, "...di dalam drama wawankata menduduki tempat yang terutama, dan di dalam kata-kata yang dipergunakan inilah terletak keindahan drama sebagai hasil kesusastraan".
Memahami konsep-konsep pikiran di atas, makin jelas bagaimana perbedaan antara drama tulis (naskah) atau text-play dengan drama sebagai teater. Namun demikian, supaya kedudukan apresiasi sastra drama lebih jelas di antara apresiasi drama, ada baiknya kalau dibalik kembali sekelumit sejarah perkembangan naskah drama.

Mengapresiasi Drama sebagai Karya Sastra
Seperti halnya puisi dan prosa, drama sebagai karya sastra perlu diapresiasikan lewat pembacaan terhadap naskahnya. Pengertian apresiasi dalam drama sama dengan apresiasi sastra lainnya, yaitu merupakan penaksiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis.
Sampainya seseorang dalam mengapresiasikan naskah drama memerlukan suatu proses. Proses ini membutuhkan seperangkat perlengkapan. Ini dibutuhkan bukan saja untuk memahami maksud dan pesan pengarang, tetapi juga untuk memahami bagaimana pengarang secara estetik menyampaikan maksud dan pesannya itu.
Berbagai teori digunakan untuk mengapresiasikan karya sastra drama itu. Kita kenal struktur dramatik Aristoteles. Titik pangkalnya adalah rumusan tentang karya sastra drama yang baik biasanya memiliki alur cerita yang berbentuk piramida, diawali dengan unsur eksposisi, dilanjutkan dengan komplikasi, memuncak pada klimaks, menurut kembali pada resolusi, dan berakhir pada konklusi.