NAMA : ANAS RASHIDI
KELAS :
1IA18
NPM :
51414008
MATA
KULIAH : ILMU SOSIAL BUDAYA
Pengertian Sastra
Drama
A. PENGERTIAN SASTRA
Secara etimologi kata sastra, yang berasal dari bahasa Sansekerta dibenuk
dari akar kata sas dan –tra. Sas mempunyai arti ‘mengarahkan’, mengajar,
memberi petunjuk; sedangkan –tr mempunyai arti alat atau sarana.Karena itu,
kata sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajarkan atau buku petunjuk’. Dengan
arti ini, dalam bahasa Sansekerta dapat dijumpai istilah Silpasastra yang
berarti buku arsitektur, dan Kamasastra yang berarti buku petunjuk seni bercinta.
Secara harfiah kata sastra berarti ‘huruf, tulisan atau karangan’. Lalu
karena tulisan atau karangan biasanya berwujud buku, maka sastra berarti juga
‘buku’. Itulah sebabnya, dalam pengertian kesusastraan lama, istilah sastra
berarti buku, baik yang berisi tentang dongeng, pelajaran agama, sejarah,
maupun peraturan perundang-undangan.
Sebuah karya seni dapat dikatakan sebahgai karya yang bernilai
sastra bukan hanya karena bahasa yang indah, beralun-alun penuh dengan irama
dan perumpamaan, melainkan harus dilihat secara keseluruhan.; dari nilai-nilai
estetika,nilai-nilai moral, dan nilai-nilai konsepsi yang terdapat dalam karya
sastra tersebut.
Nilai-nilai estetika dijumpai bukan hanya dalam bentuknya atau strukturnya
saja, melainkan juga di dalam isinya (tema dan amanatnya). Nilai-nilai moral
akan terlihat dari sikap pengarang terhadap apa yang diungkapkan, serta cara
pengungkapannya. Sedangkan nilainilai konsepsi akan terlihat dari pandangan
pengarang secara utuh terhadap maslah kehidupan yang diungkapkan dalam
karyanya.
Karya sastra mengalir dari kenyataan-kenyataan hidup yang
terdapat di dalam masyrakat. Akan tetapi karya sastra bukan hanya mengungkapkan
kenyataan-kenyataan objektif itu sja, melainkan juga mencuatkan pandangan,
tafsiran, sikap dan nilai-nilai kehidupan berdasarkan daya kreasi dan imajinasi
pengarangnya, serta kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
B. BENTUK-BENTUK SASTRA
Bentuk sastra berarti cara dan gaya dalam penyusunan dan pengaturan
bagian-bagian karangan;pola struktural karya sastra (Panuti Sujiman, 1984:12).
Ke dalamnya dapat digolongkan tiga bentuk, yaitu puisi,prosa, dan drama.
Puisi adalah bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan gaya dendang.Prosa
ialah bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan gaya cerita. Sedangkan drama
ialah karya sastra yang diungkapkan dengan gaya dialog. Khusus dalam
penggolongan karya sastra prosa ternyata masih mengundang sedikitnpertanyaan.
Hal ini disebabkan karena prosa masih terbagi ke dalam prosa non imajinatif dan
prosa imajinatif. Dalam prosa non imajinatif nampak gaya berceritanya cukup
menonjol, namun hal itu biasanya berdasarkan kepada cerita yang faktual. Dengan
kata lain cerita yang tertuang bukan merupakan cerita dunia imajinasi (rekaan).
Padahal salah satu ciri yang menonjol dalam karya sastra adalah imajinasi yang
kuat mempengaruhi ceritanya. Sebaliknya, dalam proses imajinatif nampak unsur
imajinasi bagitu kuat, baik dalam cerita yang diungkapkan maupun dari gaya
bahasa yang dipakainya. Dapat disimpulkan. Bahwa
sebenarnya bentuk prosa yang dapat digolongkan ke dalam sastra adalah prosa
imajinatif.Kaena dnia atau cerita yang dituangkan dalam prosa imajinatif adalah
dunia atau cerita rekaan sastrawan,maka karya sastra tersebut disebut pula
sebagai cerita rekaan.
C. PENGERTIAN DRAMA
Kata drama berasal dari Yunani ‘draomai’ yang berarti ‘berbuat’, ‘berlaku’,
atau ‘suatu perbuatan’. Kata itu muncul saat rang-orang Yunani masih mempunyai
kepercayaan terhadap dewa-dewa. Mereka mempercayai bahwa dewa paling atas
adalah Dew Zeus. Dewa Zeus mempunyai dua keturunan yang masing-masing bernama
Dewi Apolo dan Dewa Dyonesos. Dewi Apolo adalah dewi kesuburan, sedangkan Dewa
Dyonesos adala dewa perusak atau dewa penghancur.
Pada saat subur mereka menyelenggarakan upacara persembahan rasa terima
kasih kepada dewi Apolo berupa tarian-tarian yang berupa peniruan gerak dari
binatang-binatang. Mereka ‘kosmos’ (gembira). Kosmos itu sendiri akhirnya
menjadi kata ‘komedi’. Sedangkan pada saat menghadapi gejala alam yang
kering kerontang, hujan tidak turun, tanaman mati dan binatang tidak berkembang
biak, mereka pun menyelenggarakan upacara kepada Dewa Dyonesos dengan
mempersembhakan korabn seekor ‘tragos’ atau kambing yang disembelih. Jerit
kambing yang disembelh disebut ‘tragodia’ yang lantas sekarang berkembang
menjadi kata tragis.peritiwanya dikenal sebagai kata yang sekarang menjadi
istilah dalam drama, yaitu ‘traedi’.
Semua upacara ritual itu, terutama upacara kosmos, mereka ‘dramai’ atau
‘berlaku’, ‘berbuat’, atau melakukan ‘suatu perbuatan’ menirkan gerak-gerak
binatang lengkap dengan kostum kulit bnatang yang merekapakai. Oeh seba itu
istilah ‘perbuatan menirukan sesuatu’ selanjutnya berkembang menjadi kata
drama.
Panuti Sudjiman dalam ‘Kamus Istilah Sastra’ menjelaskan bahwa drama adalah
karya sastra yang bertujuan menggambarakan kehidupan dengan mengemukakan emosi
dan tikaian lewat lakuan dan dialog. Lazimnya dirancang untuk pementasan
panggung (Panuti Sudjman, 1984:20). Sedangkan dalam ‘Kamus Besar Bahasa
Indnesia’ dijelaskan bahwa drama adalah komposisi syair atau prosa yang
darapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting)
atau dialog yang dipentaskan. Pengertian lainnya djelaskan pla bahwa drama
adalah cerita ata kisah, terutama konflik atau emosi yan khusus disusun untuk
pertunjukan (Depdikbud, 1995:243).
Dari sumber itu saja dapat disimpulkan bahwa drama mempunyai pengertian:
1) Berupa karya sastra yang berbentuk
cerita atau lakon bergaya prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog.
2) Merupakan cerita atau lakon yang
mengandun konflik yang disusun untuk pertunjukan.
Selain itu pengertian drama dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu
sebagai karya sastra, dan sebagai karya pentas. Perbedaan keduanya sebagai
berikut.
No
|
KARYA SASTRA
|
KARYA PENTAS
|
1
|
Merupakan Bacaan
|
Merupakan Pertunjukan
|
2
|
Milik Pribadi
|
Milik Kolektif
|
3
|
Memerlukan Pembaca
|
Memerlukan Penonton
|
4
|
Perlu Penggarapan
|
Siap disajikan
|
Berdasarkan keterangan tersebut, maka yang termasuk dalam ruang
lingkup dunia kesusastraan khususnya adalah drama sebagai karya sastra.
Artinya, ‘naskah drama’. Tidak dapat dipngkiri bahwa naskah drama medianya
adalah bahasa tulis.
D. PENGERTIAN TEATER
Istilah teater muncul dari Yunani ‘theomai’ yang berarti ‘dengan takjub
memandang’ kata tersebut berkembang menjadi ‘theatron’ dengan arti ‘tempat
pertunjukan. Teater muncul berbarengan dengan upacara ritual dengan maksud
menyambut Dewi Apolo atau Dewa Dyonesos sesuai gejala alam yang muncul.
Akhirnya arti kata ‘theomai’ berkembang menjadi arena berbetuk lingkaran yang
ditengahya terdapat sebuah tempat yang tinggi, tempat itu kemudian disebut sebagai
‘theatron’ yaitu tempa berlangsungnya upacara.
Seiring dengan berjalannya waktu, kata ‘theatron’ berubah menjadi ‘theater’
yang mempunya arti gedung pertunjukan atau panggung. Gedung pertunjukan
tersebut biasa dipakai arena pentas segala bentuk kesenian. Dari pengertian
gedung pertunjukan, kata teater akhirnya dipakai khususya oleh sekelompok
seniman drama sebagai mempertunjukan drama itu sendiri.
E. PENGGOLONGAN DRAMA
Drama dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Seperti juga bentuk karya
yang lainnya, drama dapat digolongkan berdasarkan kurun waktu, gaya ungkapnya
(bahasa dan gerak), dan isinya.
1. Penggolongan Berdasarkan Kurun
Waktu
Berdasarkan kurun waktu drama terbagi pada drama tradisional dan drama
modern. Perinciannya sebagai berikut :
1) Drama Tradisional
Drama radisional adalah salah satu bentuk kesenian yang berakar dan
bersumber dari tradisi masyarakat lingkungan. Ciri utama pada drama tradisional
ini adalah ‘improvisasi’ yaitu drama pertunjukan yang tidak bersandar pada
naskah. Cara penyajiannya tidak hanya dialog tetapi dilakukan dengan menari,
menyanyi dan diiring oleh tabuhan. Drama tradisional ini terbagi menjadi drama
rakyat, drama klasik dan drama transisi.
Drama rakyat adalah drama tradisional yang berkembang disetiap kelompok
suku bangsa. Bentukpenyampaiannya ada yang disajikan dalam bentuk tutur
atau lisan oleh seorang pencerita atau penyanyi yang membawakan cerita. Ada
juga yang disajikan sudah dalam pertunjukan drama. Drama atau teater tutur adalah
suatu jenis drama yang bertolak dari sastra lisan yang dituturkan dan belum
diperagakan secara lengkap. Berikut contoh-contoh drama tutur yang hidup di
Indonesia.
a. Kentrung
(jawa timur) adalah bentuk drama yang berupa cerita yang disampaikan secara
lisan oleh dalang kentrung.
b. Pantun
sunda, sesuai dengan arti kata pantun yaitu ‘padi’. Pada perkembangan
selanjutnya sering dilaksanakan pada upacara keluarga.
c. Dalang
jemblung, drama tutur ini bersumber dari pertunjukan kulit biasa, tetapi
tuturan dialog, gamelan dan lainnya disuarakan oleh ujaran yang dilakukan oleh
seorang atau beberapa dalang.
d. Cepung
(lombok), pada awalnya cepung adalah seni membaca kitab lontar yang diiringi
instrumen suling dan beberapa peniruan bunyi oleh alat musik ujaran.
e. Sinrili
(Sulawesi Selatan), sinrili merupakan pertunjukan cerita tutur oleh seoran
pasinrili yang diiringi nusik kesokeso atau rebab.
f. Babaka
(Minangkabau), dituturkan oleh tukang cerita sekurang-kurangnya dua orang yang
bercerita liris dengan dilagukan, serta diiringi instrumen rebab, kecapi dan
rebana.
g. Wayang
Beber (Pacitan), berbentuk lukisan di atas kertas tentang wayan yang bergambar
seperti wayang kulit purwa.
Drama tetapi sudah lengkap dengan peragaan oleh para aktor yang memeran tokoh-tokoh
cerita. Drama jenis ini dilengkapi dengan musik tradisional, tari-tarian, lagu
dan akrab dengan penontonnya. Berikut yang termasuk ke dalam jenis drama ini
adalah:
a. Ubrug
(Jawa Barat) adalah dama rakyat yang muncul didaerah Banten. Drama rakyat jenis
ini biasanya dilaksanakan dalam hajatan.
b. Topeng
Banjet (Jawa Barat) adalah drama rakyat yang muncul didaerah Karawang, Bekasi,
Cisalak Bogor dan sekitarnya.
c. Longser
(Jawa Barat), adalah drama rakyat yang sering muncul di wilayah priangan
seperti Subang, Bandung dan sekitarnya.
d. Sintren (Jawa
Barat) adalah drama rakyat yang sering muncul di daerah Cireon dan sekitarnya.
e. Manoreh
atau Manorek (Jawa Barat) adalah drama rakyat yang muncul di wilayah Ciamis
Selatan
f. Ronggeng
Gunung (Jawa Barat) adalah drama rakyat yang sering muncul diwilayah Ciamis
Selatan
g. Topeng
Blandek (Jawa Barat), Bojong Gede, Pondok Rajeg, Citayem, Ciseeng. Blandek
artinya “campur aduk” atau “tidak karuan” cerita yang dimainkan biasanya pendek
dan bernapaskan Islam.
h. Srandul
(Jogja) drama jenis ini memainkan jenis cerita dengan iringan musik bende,
rebana, kendang dan angklung.
i. Ande-ande
Lumut adalah drama rakyat yang dilaksanakan semalam suntuk dengan penari antara
20 sampai 40 orang.
j. Dadunggawuk
adalah drama rakyat yang diperankan semua oleh laki-laki.
k. Ketoprak
adalah drama rakyat yang amatpopuler di Jawa Tengah khususnya di Yogyakarta.
l. Ludruk
adalah drama rakyat Jawa Tmur.
m. Makyong (Riau)
adalah drama rakyat Melayu yang masih hidup sampai di Malaysia, Singapura,
bahkan Muangthai.
n. Lenong
adalah drama rakyat dari daerah Betawi
Drama atau teater klasik adlah drama pertunjukan yang telah mapan. Drama
jenis ini lahir dipusat-pusat kerajaan atau keraton dan masih terpelihara
dengan baik sampai saat ini. Masuk kedalam jenis drama ini antara lain Wayang
Orang, Wayang Kulit dan Wayang Golek.
a. Wayang
Orang atau Wayang Wong adalah jenis drama klasik yang muncul di Keraton
Yogyakarta pada pertengahan abad ke 18.
b. Wayang
Kulit (pada penggolongan berdasarkan gaya ungkapnya, termasuk drama boneka)
adalah drama klasik yang tidak menggunakan orang sebaga medianya, tetapi
menggunakan bentuk wayangdari kulit tipis yang dilukis cermat sengan
warna-warni yang menjelakan karakter.
c. Wayang
Golek (pada penggolongan berdasarkan gaya ungkapnya, termasuk drama boneka)
adalah drama klasik Jawa Barat yang juga tidak menggunaka orang sebagai
medianya, tetap menggunakan boneka kayu berwujud tokoh wayang.
Jenis drama atau teater transisi sesungguhnya juga bersumber pada drama
tradisional pada umunya, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater
barat. Drama jenis ini populer disebut sandiwara dan menggunakan panggung dan
tata dekor, lampu rias dan lain-lain sebagai layaknya drama modern, tapi belum
menggunakan naskah drama. Isi cerita seputar kehidupan sehari-hari yang
disajikan dalam bentuk banyolan segar.
2) Drama atau Teater Modern
Drama ini selalu bersandar pada naskah drama, dan diikat oleh hukum-hukum
dramaturgi. Struktur dan pengolahannya dipengaruhi sekali oleh ‘Teater Barat’.
Artinya, susunan naskah, cara entas, gaya penyuguhan dan pola pemikiran, banyak
bersumber dari pola penekatan ddan pemikiran’kebudayaan barat’. Kemodernan
memungkinkan pertunjukan dengan menggunakan teknologi canggih,
sehinggamuncullah jenis pertunjukan drama bernama film dan sinetron.
Adapun ciri-ciri bentuk drama atau teater modern ini secara garis besar
dapa disimpulkan sebagai berikut.
a. Bersandar
pada naskah atau skenario
b. Pertunjukan
dilakukan ditempat khusus yaitu panggung yang memisahkan pemeran dan penonoton.
c. Penonton
harus membayar
d. Penyelenggaraan
benar-benar untuk pertunjukan itu sendiri.
e. Pertunjukan
merupakan karya seni kolektif, antara perangkat administratif dan perangkat
artistik, dan berupa cuatan ide baru yang dpertanggungjawabkan
f. Meski
adajuga yang mengambil cerita masa lampau, tetapi kebanyakan dari drama modern
memuat unsur cerita yang erat kaitannya dengan peristiwa sejaman.
g. Ungkapan
pertunjukan telah meggunaka eralatan modern.
Berdasarkan uraian diatas maka drama modern dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu drama konvensional dan drama nonkonvensional atau kontemporer. Drama
modern konvensional adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan
secara konvensional sedangkan drama modern kontemporer adalah drama yang
mendobrak konvensi-konvensi lama dan penuh dengan pembaruan gagasan, penyajian
dan penggabungan konsep barat-timur.
Unuk penggolongan b erdasarkan kurun waktu ini ada beberapa pengkaji,
seperti Jakob Sumarjo misalnya, hanya menggologkan pada dua jenis yaitu drama
modern dan drama tradisional. Jadi, drama tradisi dianggap masuk pada drama
modern.
2.
Penggolongan Berdasarkan Isinya
Berdasarkan pada isi cerita yang disajikan dalam bentuk drama, dpat ditemui
beberapa jenis drama seperti, tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama dan
dagelan.
a. Tragedi
Drama tragedi juga
disebut juga drama duka, yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih dan
muram yang terlibat dalam situasi gawat, karena sesuatu yang tak menguntungkan,
misalnya cemburu atau ambisi yang keterlaluan.
b. Komedi
Drama komedi disebut
juga sebagai drama ria, yaitu drama yang ceritanya ringan dan bersifat
menghibur, terdapat seloroh yang biasa saja menyindir, serta berakhir degan
bahagia.
c. Tragikomedi
Drama tragikomedi
disebut juga sebagai drama dukaria, yaitu drama yang menampilkan alur yang
sesungguhnya lebih cocok untuk drama tragedi, tetapi berakhir bahagia sepert
layaknya drama komedi.
d. Melodrama
Melodrama adalah drama
yang menyajikan lakon atau cerita yang sanat sentimental, dengan adegan-adegan
yang mengharu biru mendebarkan.
e. Dagelan
Dagelan adalah drama
yang khusus disajikan untuk menghibur. Dagelan hanya menyajikan kekonyolan
tokoh dan bencana yang menimpa tokoh tersebut.
3.
Penggolongan Berdasarkan Gaya
Ungkapnya
Penggolongan berdasarkan gaya ungkapnya dapa dibagi dua, yaitu gaya ungkap
bahasanya, gaya ungkap media perannya dan gaya ungkap pementasannya. Dilihat
dari gaya ungkap bahasa dapat dikelompokan menjadi jenis drama puisi, drama
prosa dan drama prosa-puisi. Drama puisi adalah drama yang cerita lakonnya
sebagian besar disusun dalam dialaog berbentuk puisi, atau mengandung
kaidah-kaidah puisi. Drama prosa adalah drama yang cerita atau lakonnya
sebagian atau seluruhnya disusun dalam dialog berbentuk prosa. Sedangkan drama
prosa-puisi yaitu drama yang cerita lakonnya disusun dalam campuran prosa dan
puisi.
Dilihat dari gaya ungkap media pemerannya dapa dikelompokan menjadi jenis
drama boneka dan drama manusia. Drama boneka adalah drama yang diperankan bukan
oleh manusia tetapi oleh boneka. Sedangkan drama manusia adalah drama yang
diperankan oleh manusia.
Sedangkan dlihat dari gaya ungkap pementasannya menjadi jenis drama biasa,
pantonim, opera, sendratari, drama radio dan drama televisi.
a. Drama
Drama biasa yang
pemenasannya dilaksanakan dipanggung atau arena, baik menggunakan naskah drama
atau tidak.
b. Pantonim
Yaitu drama yang sama
sekali tidak menggunakan dialog. Keterangan babak, adegan atau apa saja kadang
diberikan dalam bentuk tulisan yang diperlihatkan oleh pemerannya.
c. Opera
Opera disebut juga denga
operet yaitu jenis drama yang seluruh atau sebagian dialognya dinyanyikan oleh
para pemeran dengan iringan musik.
d. Sendratari
Yaitu drama yang
penyajiannya dilakukan dengan menari.
e. Kabaret
Yaitu drama yang
menggunakan teknik rekaman untuk dialog dan tata musiknya.
f. Drama
Radio
Yaitu drama yang khusus
untuk diperdengarkan bukan untuk ditonton.
g. Drama
Televisi
Yaitu drama yang
disajikan ditelevisi. Drama jenis ini pun direkam dalam vidio dan dapat diputar
kapan saja sesuai waktu tayangannya.
h. Film
Yaitu drama yang khusus
untuk diputar diboskop, drama jenis ini pun telah direkam dalam film, sehingga
bisa diputar dimana dan kapan saja.
F. UNSUR-UNSUR DRAMA
Drama mempunyai dua pengertian, yaitu drama sebagai karya sastra dan drama
sebagai bentuk pementasan. Keduanya mempunyai unsur yang tentunya berbeda.
Unsur dalam drama sebagai karya pentas terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Pentas
atau panggung
b. Pekerja
pentas yang terdiri dari
1. Perangkat administratif
2. Perangkat artistik
c. Penonton
d. Naskah (karya
sastra yang mempunyai unsur sendiri didalamnya)
Drama mempunyai dua unsur yaitu unsur intrinsik sebagai unsur yang
membentuk dari dalam drama itu sendiri, dan unsur ekstrinsik sebagai unsur yang
turut mempengaruhi isi drama dari luar. Unsur intrinsik drama yaitu tema,
konflik, alur atau plot , tokoh dan perwatakan, latar atau setting, dialog dan
amanat. Penjelasan berikutnya dikhususkan pada unsur intrinsik drama sebab
unsur ekstrinsisk sangat tergantung pada setiap drama yang didominasi
unsur-unsur tertentu.
Unsur-unsur Intrinsik Drama Sebagai
Karya Sastra
a. Tema
Pokok persoalan yang ditangkap dan dijadikan ide cerita itulah yang lantas
disebut tema. Tentu saja pokok persoalan atau tema itu tidak akan tersurat
dalam naskah drama, tetapi ada dalam kesatuan cerita yang berjalan dari awal
sampai cerita itu berakhir.
b. Konflik
Konflik atau sering disebut tikaian adalah suatu keadaan dimana ada
daya-daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang
kira-kira sama. Konflik dalam drama ada beberapa macam, yaitu:
1. Konflik
mendekat-mendekat, yaitu pertentangan dua kekuatan yang melanda tokoh sehingga
berada pada valensi positif yang sama kuat.
2. Konflik
menjauh-menjauh, yaitu pertentanan dua kekuatan yang melanda toko sehingga
berada dalam dua valensi negatif sama kuat.
3. Konflik
mendekat-menjauh, yaitu pertentangan dua kekuatan yang melanda tokoh sehingga
beada pada valensi negatif dan positif yang sama kuat.
c. Alur atau plot
Plot adalah urutan peristiwa satu ke peristiwa lain yang terjalin
berdasarkan hukum sebab akibat. Plot drama biasanya utuh dan erat sekali dari
satu peristiwa satu peristiwa lainnya. Berikut penjelasan urutan peristiwa
drama:
1. Perkenalan
atau Eksposisi
Bagian ini dimaksudakan
agar pembaca memperoleh keterangan-keterangan agar ada pengertian dalam membaca
naskah drama atau menonton pertunjukan drama.
2. Insiden
Permulaankan insiden permulaan yang menjadi benih-benih timbulnya konflik yang
jadi inti drama.
3. Penanjakan
Laku atau Risisng Action
Pada bagian ini insiden
yang muncul sebelumnya semakin bertambah ruwet. Konflik muncul dan mulai
menajam, sedangkan jalan keluar masih jauh dan samar.
4. Krisis
atau Titik Balik
Krisis disebut juga
klimaks adalah bagian yang paling tegang dari seluruh urutan peristiwa.
5. Penyelesaian
atau Denoument
Pada bagian ini
pengarang akan menyelesaikan konflik yang ada. Ketegangan telah selesai.
Perhatian pembaca tertuju pada rasa simpati terhadap tokoh yang telah
menyelesaikan konflik.
6. Keputusan
atau Catastrophe
Bagian ini segalanya
telah berakhir. Ada hasil dari semua penyelesaian, dan cerita segera berakhir.
d.
Tokoh dan perwatakan
Tokoh adalah manusia yang bergelut dengan konflik-konflik yang diciptakan
pengarang dalam drama. Tokoh dalam drama dapat dibedakan berdasarkan pada
tugas-tugas yang diembannya, yaitu:
1. Tokoh
protagonis
Yaitu tokoh utama yang
muncul dan ingin mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi sewaktu mencapai
keinginan.
2. Tokoh
antagonis
Yaiyu tokoh yang melawan
keinginan tokoh protagonis. Tokoh ini yang merangsang timbulnya konflik dalam
diri tokoh protagonis.
3. Tokoh
tritagonis
Yaitu tokoh yang berada
diluar kedua tokoh tersebut diatas. Tokoh ini bisa membantu mempertajam adanya
konflik atau membantu memecahkan konflik.
4. Tokoh
pembantu
Yaitu tokoh yang tidak
secara langsung terlinat dalam konflik, tetapi diperlukan gna menyelesaikan
cerita.
e. Latar atau Setting
Latar atau setting adalah penggambaran tempat, waktu, lingkungan sosial dan
suasana dalam cerita. Dalam lakon atau cerita drama akan menceritakan tempat
peristiwa berlagsung, kapan peristiwa tersebut terjadi, bagaimana suasana yang
dihidupkan, serta ada dalam lingkup sosial bagaimana peristiwa itu dipaparkan.
f. Dialog
Sesungguhnya ciri khas naskah drama adalah dialog atau wawankata.
Perhatikan cara pengarang membuat teknis penulis yang menggunakan untuk memulai
para tokohnya melontarkan kalimatnya. Dialog harus benar-benar menarik,
plastis, sehingga memiliki sifat yang mampu menjelaskan keindahan semua unsur
yang ada.
g. Amanat
Amanat adalah pikiran-pikiran tersembunyi pengarang yang oleh pembaca harus
dipikirkan, diresapi, dihayati, dan bahkan mungkin dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Berbobot atau tidaknya amanat yang ada dalam drama, tergantung
tema cerita dan penyelesaian konfliknya. Amanat akan nampak sekali dari cara
pengarang memecahkan persoalan ata konflik para tokoh dalam naskah drama.
4. Unsur-unsur Drama Sebagai Karya
Pentas
A. Pentas atau Panggung
Pentas atau panggung adalah bagian penting dari sebuah pementasan karena
merupakan tempat para apresiator berkreasi lebih jauh dari sekedar menafsirkan
naskah drama. Pentas adalah tempat sang penafsir naska membuat langkah-langkah
selanjutnya dari naskah, menjadi bentuk visualisasi dengan media lain selain
media bahasa.
B. Pekerja Pentas
Pekerja pentas adalah kelompok orang-orang yang akan menyelenggarakan
sebuah pementasan. Mereka terdiri dari perangkat administratif dan perangkat
artistik. Kedua perangkat ini biasanya mampu bekerja sama secara maksimal dalam
suatu organisasi yang utuh.
1. Perangkat Administratif
Perangkat administratif adalah unsur organisasi yang menangani masalah yang
tidak secara langsung berhubungan dengan unsur pementasan sebagai bentuk
kesenian.
a. Produser
b. Ketua
panitia/pimpinan produksi
c. Sekretaris
d. Bendahara
e. Pengurus
publikasi
f. Pengurus
kendaraan
g. Pengurus
gedung
h. Pengurus
kesejahteraan
2. Perangkat Artistik
Perangkat artistik adalah unsur organisasi yang berusaha langsung dengan
kesenian. Mereka langsung menggarap isi semua kegiatan pertunjukan yang akan
diselenggarakan. Oleh karena itu perankat artistik merupakan unsur yang
terpenting.
a. Sutradara
b. Astrada
atau asisten sutradara
c. Penata
seni rupa
d. Penata
panggung
e. Penata
pakaian/ penata costum
f. Penata
rias penata peralatan
g. Penata
lampu
h. Penata
musik
i. Penata
gerak
j. Pemeran
C. Naskah
Naskah adalah unsur penting bagi sebuah pertunjukan drama, karena di
dalamnya termuat konsep cerita yang disusun dalam bentuk dialog serta memuat
konflik-konflik kehidupan manusia. Naskah drama merupakan sebuah konsep cerita
dramatik yang memang direncanakan untuk dipentaskan.
D. Penonton
Tanpa penonton hasil kerja kreatif menjadi buntu, segala ide sebagai usaha
mengkongkritkan nasakah menjadi tidak samapai pada siapa-siapa. Dengan demikian
penonton menjadi unsur penting dalam sebuah pertunjukan drama. Dengan begitu
keterlibatan penonton dalam pertunjukan menjadi perangsang bagi kelompok teater
untuk berkreasi lebih baik lagi pada pertunjukan selanjutnya. Oleh beberapa
pengkaji bahkan penonton dikatakan sebagai pekerja teater tak langsung.
Drama
sebagai Karya Sastra
Berawal dari pemikiran bahwa sastra adalah
usaha untuk memperlihatkan makna kehidupan, bukan sebuah imitasi (peniruan)
tetapi sebuah ciptaan dan kreasi, karena itu sastra dapat mengantarkan kita
kepada pengenalan diri dan kehidupan secara mendalam sehingga akhirnya kita
menemukan norma-norma dan pemikiran yang terjadi dalam masyarakat.
Beberapa orang ahli sastra telah membicarakan
masalah di atas dalam usaha memberikan batasan-batasan hal-hal mana yang
termasuk ke dalam bentuk ciptasastra. Esten (1978:11) membedakan empat bentuk
ciptasastra yaitu: puisi, cerita rekaan (fiksi), essei dan kritik, dan drama.
Drama sebagai satu di antara bentuk
ciptasastra mempunyai beberapa kesamaan dengan bentuk-bentuk yang lain itu.
Namun, pada satu segi tetap ada perbedaan yang nyata. Brahim (1965:55)
mengatakan "Sebagai hasil seni sastra, maka drama pun mempunyai
sifat-sifat yang bersamaan dengan cabang-cabang kesusastran yang lain; puisi
dan prosa".
Menurut beliau ada empat unsur yang membangun
penciptaan naskah drama dengan bantuan penggunaan dialog. Ada pun unsur-unsur
tersebut adalah : unsur budi, (intellectual element), unsur perasaan (emotional
element), unsur imajinasi (element of imagination), dan unsur gaya (the
technical element or the element of composition and style). Penggunaan
dialog dalam drama berfungsi untuk membedakannya dari bentuk ciptasastra
lainnya, walaupun ada ciptasastra yang mengandung dialog. Dalam hal ini, drama
adalah merupakan dialog yang mengandung cerita, sedangkan untuk cerpen atau
novel adalah cerita yang mengandung dialog.
Sebagai karya sastra, Rene Wellek dan Austin
Warren dalam Hamidy (1984:9) mengelompokkan dan menggolongkan drama ke dalam
karya sastra imajinatif di samping fiksi dan puisi. Drama dipandang sebagai
suatu jenis tersendiri terutama atas penglihatan kepada aspek penyajian dialog.
Hal ini lebih memperjelas uraian di atas, bahwa drama memang tidak selalu dapat
disamakan dengan prosa dan puisi.
Dari uraian di atas makin jelas bahwa telah
berbagai usaha dan sudut pandang dari beberapa orang ahli untuk menetapkan
drama sebagai suatu bentuk karya sastra yang khusus. Kekhusussannya ini
menyebabkan ia perlu diapresiasi. Dalam hal ini Udin (1982:38) berpendapat:
"Sebuah naskah drama adalah sebuah karya sastra, maka naskah itu dapat
dilihat (ditinjau) dari segi isi dan struktur. Yang dimaksud dengan isi ialah
masalah yang diceritakan dan struktur yaitu cara penceritaan".
Hal yang dimaksudkan dalam kutipan di atas
adalah benar adanya naskah itu dapat ditinjau secara terpisah, sedangkan yang
dimaksud dengan masalah yang diceritakan itu adalah premis (tema). Cara
penceritaan dalam pengertian di atas disebut pemanfaatan perwatakan, alur, dan
bahasa. Pemanfaatan bahasa sebagai alat utama untuk menuangkan masalah dalam
sebuah naskah drama terlihat dalam wawankata (dialog) cerita. Brahim (1968:91)
tentang hal ini berpendapat, "...di dalam drama wawankata menduduki tempat
yang terutama, dan di dalam kata-kata yang dipergunakan inilah terletak
keindahan drama sebagai hasil kesusastraan".
Memahami konsep-konsep pikiran di atas, makin
jelas bagaimana perbedaan antara drama tulis (naskah) atau text-play dengan
drama sebagai teater. Namun demikian, supaya kedudukan apresiasi sastra drama
lebih jelas di antara apresiasi drama, ada baiknya kalau dibalik kembali
sekelumit sejarah perkembangan naskah drama.
Mengapresiasi Drama sebagai
Karya Sastra
Seperti halnya puisi dan prosa, drama sebagai
karya sastra perlu diapresiasikan lewat pembacaan terhadap naskahnya.
Pengertian apresiasi dalam drama sama dengan apresiasi sastra lainnya, yaitu
merupakan penaksiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar
kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta
kritis.
Sampainya seseorang dalam mengapresiasikan
naskah drama memerlukan suatu proses. Proses ini membutuhkan seperangkat
perlengkapan. Ini dibutuhkan bukan saja untuk memahami maksud dan pesan
pengarang, tetapi juga untuk memahami bagaimana pengarang secara estetik
menyampaikan maksud dan pesannya itu.
Berbagai teori digunakan untuk
mengapresiasikan karya sastra drama itu. Kita kenal struktur dramatik
Aristoteles. Titik pangkalnya adalah rumusan tentang karya sastra drama yang
baik biasanya memiliki alur cerita yang berbentuk piramida, diawali dengan
unsur eksposisi, dilanjutkan dengan komplikasi, memuncak pada klimaks, menurut
kembali pada resolusi, dan berakhir pada konklusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar